Kecamatan Sawoo

Kantor Kecamatan Sawoo berada di Desa Prayungan

Perempuan Penunggang Kuda

Acara rutin setiap memperingati hari Kemerdekaan 17 agustus 1945 Kecamatan Sawoo selalu mengadakan kirab pusaka "Dhara Manggala" yang diiringi dengan drumband SMA Bakti Ponorogo

Mayoret Drumband SMA Bakti Ponorogo

Acara rutin setiap memperingati hari Kemerdekaan 17 agustus 1945 Kecamatan Sawoo selalu mengadakan kirab pusaka "Dhara Manggala" yang diiringi dengan drumband SMA Bakti Ponorogo

Pusaka "Dhara Manggala"

Pusaka "Dhara Manggala" adalah pusaka Sunan Kumbul yang berada di Petilasan yang akan dikirabkan menuju ke Kantor Kecamatan Sawoo

Kereta Kuda Bapak Bupati Ponorogo

Dalam memperingati Acara Kirab Pusaka "Dhara Manggala" di Kecamatan Sawoo juga di hadiri Bapak Bupati Ponorogo yang ikut menunggangi kereta kuda

Minggu, 27 Oktober 2013

Jadwal Festival Reog Nasional Ke XX Grebeg Suro 2013


Di bawah ini daftar peserta Festival Reyog Nasional XX - Grebeg Suro 2013.
Jadwal pelaksanaan Grebeg Suro 2013 adalah mulai tanggal 31 Oktober - 5 Nopember 2013, setiap malam di Panggung Utama Alon-Alon Ponorogo.

RABU,30 OKT 2013
19.00 – 19.25 1. SINGO MANUNGGAL JAYA KAB. LUMAJANG
19.25 – 19.50 2. REYOG PEMKAB KAB. BENGKALIS
19.50 – 20.15 3. KI AGENG PUNUK SMAN I BADEGAN
20.15 – 20.40 4. JWALITA KRIDHO MANGGOLO KAB. TRENGGALEK
20.40 – 21.05 5. SINGO WATU IRENG PT BUKIT ASAM
21.05 – 21.30 6. KRIDHO TARUNO SMAN 2 PONOROGO
21.30 – 21.55 7. SARDULO PUTRO KOTA MADIUN
21.55 – 22.20 8. REYOG PEMKAB KAB. KEDIRI
22.20 – 22.45 9. EX PEMBANTU BUPATI SOMOROTO

KAMIS,31 OKT 2013
19.00 – 19.25 10. MAHABARATA EX PEMBANTU BUPATI JEBENG
19.25 – 19.50 11. SIRNO BUDOYO KAB. PACITAN
19.50 – 20.15 12. WIJOYO KUSUMO KAB. TJ. JABUNG BARAT
20.15 – 20.40 13. EX PEMBANTU BUPATI ARJOWINANGUN
20.40 – 21.05 14. SINGO MANGGOLO KOTA BALIKPAPAN
21.05 – 21.30 15. KARYO SINGO YUDHO SMAN I SLAHUNG
21.55 – 22.20 17. REYOG PEMKAB KAB. GUNUNG KIDUL
22.20 – 22.45 18. MANGGOLO MUDHO PAWARGO YOGYA

JUM’AT,1 NOP 2013
19.00 – 19.25 19. SURO MENGGOLO KOTA TJ. PINANG
19.25 – 19.50 20. TARUNO SURYO SMA MUHIPO PO
19.50 – 20.15 21. SINGO YUDHO BUDOYO KOTA SURABAYA
20.15 – 20.40 22. LIMAN SINGO BUDOYO KAB. LAMPUNG TIMUR
20.40 – 21.05 23. KRIDHO TAMTOMO SMK PGRI 2 PONOROGO
21.05 – 21.30 24. DUTA NUSANTARA KAB. PACITAN
21.30 – 21.55 25. SINGO MULANG JOYO KOTA METRO LAMPUNG
21.55 – 22.20 26. EX PEMBANTU BUPATI PULUNG
22.20 – 22.45 27. SINGO BUDOYO KAB. MUARA ENIM

SABTU,2 NOP 2013
19.00 – 19.25 28. BARONG SAMODRA PT PETROGRES
19.25 – 19.50 29. BRAWIJAYA UB MALANG
19.50 – 20.15 30. SINGO MANGKU JOYO PLN JAWA TIMUR
20.15 – 20.40 31. SINGO WESI WOJO PT KRAKATAU STEEL
20.40 – 21.05 32. SINGO BUDOYO KAB. JEMBER
21.05 – 21.30 33. KENYO MANGGOLO SMKN I PONOROGO
21.30 – 21.55 34. BATAM MADANI KOTA BATAM
21.55 – 22.20 35. SMKN 2 KAB. WONOGIRI
22.20 – 22.45 36. SIMO BUDI UTOMO UNMUH PONOROGO

MINGGU,3 NOP 2013
19.00 – 19.25 37. GAJAH MANGGOLO SMAN I PONOROGO 
19.25 – 19.50 38. BANTARANGIN DKI JAKARTA
19.50 – 20.15 39. PURBAYA KOTA SURABAYA
20.15 – 20.40 40. PUDAK ARUM PT SEMEN GRESIK
20.40 – 21.05 41. EX PB PONOROGO
21.05 – 21.30 42. SINGO JOYO JATI KOTA BALIKPAPAN
21.30 – 21.55 43. SARDULO ANUROGO UNEJ JEMBER
21.55 – 22.20 44. DHARMO MANGGOLO PT INDOCEMEN BGR
22.20 – 22.45 45. NIKEN GANDINI SMKN I JENANGAN


sumber: Disbudparpora & Yayasan Reyog Ponorogo

Jadwal Kegiatan Agenda Tahunan Bumi Reog Ponorogo Grebeg Suro Dan Festival Reog Nasional Ke XX Tahun 2013

Grebeg Suro adalah acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta rakyat. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel. Grebeg suro merupakan acara tahunan yang dirayakan setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro pada tahun Jawa). Acara ini merupakan kegiatan awal dalam menyongsong Tahun Kunjungan Wisata Jawa Timur setiap tahun. 
Rangkaian Grebeg Suro di antaranya, prosesi penyerahan pusaka ke makam bupati pertama Ponorogo. Kemudian disusul pawai ratusan orang menuju pusat kota dengan menunggang bendi dan kuda yang dihiasi. Berikutnya akan ada Festival Reog Nasional di alun-alun kota. Saat itu puluhan grup reyog di Jawa Timur bahkan dari Kutai Kartanagara, Jawa Tengah, Balikpapan, dan Lampung akan turut tampil memeriahkan acara meriah ini. Sejarah diadakannya Grebeg Suro di Kabupaten Ponorogo adalah adanya kebiasaan masyarakat pada malam 1 Suro yang mengadakan tirakatansemalam suntuk dengan mengelilingi kota dan berhenti di alun-alun Ponorogo. Pada tahun 1987 Bupati Soebarkah Poetro Hadiwirjo melihat fenomena ini dan melahirkan gagasan kreatif untuk mewadahi kegiatan mereka dengan kegiatan yang mengarah pada pelestarian budaya. Sebab ditengarainya minat para pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo mulai luntur, untuk itu diadakanlah Grebeg Suro dan memasukkan Reog didalamnya. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.
Tata cara pelaksanaannya dimulai dengan Festival Reog Nasional yang dilaksanakan selama 4 hari dengan jumlah peserta 51 grup dengan 21 grup dari Ponorogo dan 30 grup dari Luar Ponorogo. Dari keseluruhan peserta diambil 10 besar group Reog terbaik dan 10 besar pembina terbaik. Sehari sebelum 1 Suro diadakan Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka dari kota lama ke kota tengah untuk mengenang perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Ponorogo dari kota lama ke kota tengah. Malam 1 Suro diadakan Penutupan Festival Reog Nasional dan pengumuman lomba, dan tepat tanggal 1 Suro diadakanLarungan Risalah Doa di Telaga Ngebel. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung meliputi nilai simbolik, nilai tanggung jawab, nilai keindahan, nilai moral, nilai hiburan, nilai budaya, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai apresiasi, dan nilai religius.
Dan berikut ini Jadwal Agenda Tahunan “GREBEG SURO dan FESTIVAL REYOG NASIONAL ke XX Tahun 2013” yang akan segera dilaksanakan.





Anda dapat Mendownload dokumen ini secara gratis.

Jumat, 25 Oktober 2013

Sejarah Reog Ponorogo

Sejarah dari kesenian Reog ini bermula pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan Majapahit pada abad ke-15 dimana pada masa itu kerajaan Majapahit dibawah kekuasaan  Bhre Kertabhumi yang merupakan raja terakhir kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu murka terhadap perilaku rajanya yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit tak lama lagi akan berakhir. Ia pun pergi meninggalkan kerajaan dan mendirikan sebuah perguruan Seni Bela Diri dengan harapan dapat memunculkan bibit-bibit yang dapat memegang kekuasaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukan yang dimilinya tidak mampu menandingi pasukan Majapahit maka pesan Politis Ki Ageng Kutu pun disampaikan melalui pertunjukan Reog. Pagelaran Reog dimanfaatkan Ki Ageng Kutu untuk membangun perlawanan masyarakat terhadap kerajaan.
Dalam pertunjukan kesenian Reog ini ditampilkan topeng berbentuk  kepala singa yang biasa disebut “Singo Barong”, raja hutan yang menjadi simbol Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok. topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singobarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya. Dan akhirnya Reog Ki Ageng Kutu menyebabkan Kertabumi menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan ‘kerasukan’ saat mementaskan tariannya


Karakter dalam Kesenian Reog Ponorogo

Singo Barong

Topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singo Barong“, raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.

Jatilan

Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit, namun kini jathilan telah berevolusi yang mulanya diperankan oleh para lelaki (Gemblak) kini jathilan diperankan oleh wanita.

Bujangganong

          Pujangganong atau Bujangganong adalah penari dan tarian yang menggambarkan sosok patih muda ( Patihnya Klana Sewandana) yang cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan dengan topeng yang mirip dengan wajah raksasa, hidung panjang, mata melotot, mulut terbuka dengan gigi yang besar tanpa taring, wajah merah darah dan rambut yang lebat warna hitam menutup pelipis kiri dan kanan.

Klana Sewandana 

       Klana Sewandana atau Klono : Penari dan tarian yang menggambarkan sosok raja dari kerajaan Bantarangin, kerajaan yang dipercaya berada di wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok ini digambarkan dengan topeng bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis tipis. Selain itu ia membawa Pecut Samandiman; berbentuk tongkat lurus dari rotan berhias jebug dari sayet warna merah diseling kuning sebanyak 5 atau 7 jebug.

Warok

Warok Suromenggolo. Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal/punggawa raja Klana Sewandana (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan dengan bantuan tongkat.

Minggu, 20 Oktober 2013

Versi Sejarah Kelahiran Reog Ponorogo

Hingga saat ini, belum ditemukan data secara akurat (bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah) mengenai sejarah kelahiran Reyog Ponorogo. Berdasar penelitian yang dilakukan Rido (1997), ditemukan beberapa versi yang memberikan pandangan tentang asal-usul kesenian ini.

        Versi pertama, lahir dari imaginasi seorang seniman hasil pembacaan (perenungan) terhadap realitas kehidupan semesta. Dalam perspektif ini, Reyog lahir dari lukisan ide seorang seniman budaya yang meletakkan rasa bangga (takjub) nya terhadap harmoni kehidupan belantara. Kepala harimau dan burung merak yang menjadi perangkat utama dalam kesenian ini merupakan dua jenis binatang yang memiliki keistimewaan, baik dari aspek estetis maupun magisnya. Harimau sang binatang buas berkarakter liar dan ganas mendapat kehormatan sebagai sang raja hutan. Sementara burung merak merupakan binatang dengan karakter yang penuh pesona; cantik dan indah. Paduan kedua binatang berkarakter kontras tersebut, melahirkan paduan indah - sebuah karakter unik dalam sebuah kepribadian manusia, yakni kekuatan dan keindahan. Paduan inilah yang diharapkan lahir dari pribadi orang Ponorogo; berani, berwibawa, mampu memimpin, dan tetap dalam sikap yang santun dan menarik. Dengan demikian, versi sejarah Reyog ini, lebih cenderung menyampaikan pesan jatidiri dan identitas masyarakat Ponorogo sebagaimana diterangkan melalui simbolisasi kesenian Reyog ponorogo.


       Versi kedua, lahir sebagai bias dari kepercayaan atau keyakinan masyarakat disaat animisme dan dinamisme tumbuh subur. Dalam kepercayaan masyarakat seperti ini, roh hewan yang telah mati sekalipun, bisa didatangkan kembali ke dunia seperti halnya keyakinan mereka tentang bisa kembalinya roh manusia yang telah meninggal. Sementara diyakini oleh mereka bahwa roh binatang yang paling kuat adalah roh harimau. Karena itu, dengan tujuan agar melindungi keselamatan mereka, roh itu diundang melalui upacara (ritual) adat; ritual pemanggilan roh. Pada perkembangan berikutnya, upacara adat itu memakai topeng kepala harimau dan kemudian dikemas melalui tari-tarian. Inilah dasar pijak versi kedua, sebagaimana tulis Hartono (1980), bahwa kesenian Reyog Ponorogo merupakan perkembangan lebih masak dari tradisi upacara adat tersebut.

          Versi ketiga, lahir sebagai tanda jaman. Saat Ponorogo dilanda huru-hara (kekacauan, tidak aman) disebabkan terjadinya perseteruan antar kelompok masyarakat penganut msitik; kanuragan, ngelmu kasekten (ilmu kesaktian), sehingga mengarah pada pertikaian dan bahkan pembunuhan. Situasi tidak aman ini, selanjutnya melahirkan sebutan-sebutan atau istilah-istilah sebagai tanda jaman, dimana salah satunya istilah itu adalah reyog (berati riyeg, horeg, gonjang-ganjing). Seni Reyog yang lahir sesaat atau bersamaan dengan situasi tersebut mengambil ilustrasi semacambarongan (serumpun pohon bambu yang meliuk-liuk diterpa angin), hingga seolah-olah menggambarkan situasi kekacauan yang tengah terjadi dan melanda masyarakat saat itu.

          Versi keempat, lahir sebagai lambang kemenangan Batharakathong atas Ki Ageng Kutu (Ki Demang Suryongalam). Dua binatang yang dipakai perangkat utama kesenian ini, dimaksudkan sebagai sebuah simbol dari dua karakter dua tokoh yang disebutkan. Harimau melambangkan perwatakan Ki Demang; penyerang, pemberontak, sedangkan burung merak melambangkan perwatakan Batharakathong; pembawa kedamaian, kesejukan, dan keindahan. Diduga pada saat itu juga tengah berlangsung proses islamisasi di Ponorogo yang dimobilisasi oleh Batharakathong, dengan satu bukti bahwa semenjak itu di atas kepala harimau (persis di paruh burung merak) ditambahkan kalung manik-manik semisal tasbih (alat menghitung bacaan dzikir)

          Versi kelima, bertumpu pada mitos atau legenda. Legenda tentang lahirnya Reyog Ponorogo lebih dari satu jumlahnya, dimana kalau ditarik garis besar, semuanya mengandung falsafah atau tuntunan hidup yang diharapkan dapat menumbuhkan jiwa patriotik, sikap dan watak terpuji, dan sejumlah perilaku luhur yang lain.

          Terlepas dari ragam sejarah Reyog Ponorogo, sebagaimana dipaparkan di atas, akan sangat arif manakala kita mau merenung sejenak untuk bersama-sama mengkritisi sejarah Reyog yang selama ini dipedomani. Sebagai falsafah atau tuntunan hidup bagi generasi bumi Reyog, sejarah yang berbau legenda memang cukup sarat makna. Namun, sebagai pembelajaran hidup bagi calon warok menuju pencerahan dan pencerdasan, akar sejarah Reyog Ponorogo yang bersifat ilmiah, sudah barang tentu juga sangat ditunggu kehadirannya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...